Oleh: Kristanto Santosa (Direktur Eksekutif BIC)

Note:Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi "Solusimu, Ayo Berinovasi!" - 2014

Kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) sains, teknologi dan inovasi adalah pendorong terpenting pertumbuhan ekonomi di era global dewasa ini. R&D merupakan pendorong penciptaan nilai tambah, pendorong daya saing, kemampuan ekspor, penyerapan tenaga kerja, dan pada gilirannya, menciptakan ekonomi  yang sehat untuk mendukung kemajuan negara / bangsa.

Sekalipun telah mencapai pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) yang cukup sehat di kisaran 6  persen setahun, ekonomi Indonesia menunjukkan  tanda-tanda “kelelahan”, sebagaimana ternyata pada depresiasi rupiah dan defisit neraca perdagangan Indonesia akhir-akhir ini. Berbagai upaya “turnaround” dari ekonomi berbasis sumber daya alam menuju ekonomi berbasis penciptaan nilai tambah juga terkendala.Misalnya, kebijakan mendorong tingkat kandungan dalam negeri (TKDN)  dan pelarangan ekspor bahan mentah, seringkali tidak efektif, ditunda  atau bahkan dibatalkan.

Alasan yang mengemuka adalah minimnya pembiayaan R&D Litbang Pemerintah (0.066 % GDP), disamping partisipasi swasta dalam R&D yang diperkirakan sangat kecil. Dengan merujuk berbagai laporan riset (a.l. Global Competitiveness Report), ketidak-siapan Indonesia berinovasi, kemandirian dalam pengembangan teknologi, atau keengganan pelaku bisnis swasta berinvestasi dalam R&D juga dijadikan alasan yang lain.

Usulan solusi ini menyarankanpemecahan akar permasalahan di atas,  melalui “de-bottlenecking” sistematik pada hambatan-hambatan struktural  yang menyebabkan “lingkaran setan”: efektivitas kegiatan R&D Litbang Pemerintah yang rendah, sehingga pelaku bisnis swasta enggan melakukan investasi dalam inovasi karena kurang didukung,  atau sebaliknya.  Sebenarnya stimuli melalui berbagai program dan kebijakan pemerintah telah dilakukan, tetapi karena pelaksanaannya tidak terintegrasi, hasilnyapun jauh dari menggembirakan. Usulan ini diharapkan menjadi  solusi alternatif yang sustainable; dan jika dengan serius diterapkan, bisa menjadi harapan baru akan masa depan Indonesia yang maju dan sejahtera.

Selengkapnya dapat dilihat dalam paparan terlampir: De-Bottle Necking Inovasi Indonesia

Salam Inovasi.

Sebagai salah satu tindak lanjut Kompetisi Inovasi Nasional Global Innovation Forum - 2016 yang diselenggarakan di Tangerang Selatan (NIC-TGIF); pemenang utama kompetisi, karya inovasi Prof. Suyitno, telah berhasil sampai pada tahap "up-scaling" / komersialisasi.  Karya inovasi yang dilabeli dengan nama Zat Warna Alam Nahecho (Z-WAN), kini diberi labelECODY.  ECODY diluncurkan di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo pada 28 - 29 September 2017, dibarengi dengan kegiatan Focused Group Discussion (FGD) dan kunjungan ke workshop ECODY di sebuah dusun di Sukoharjo.

BIC diundang menjadi salah satu narasumber untuk FGD, yang membahas tentang strategi hilirisasi ECODY.  FGD menampilkan Prof. Suyitno sendiri sebagai inovator ECODY; Dr. I Ketut Mudite Adnyane,  Kasubdit HKI dan Inovasi Direktorat Riset dan Inovasi / PT BLST - IPB; dan Kristanto Santosa, Direktur Eksekutif Business Innovation Center.  FGD menjadi semakin berbobot, saat di sessi berikutnya ECODY dibahas bersama tokoh-tokoh / konstituen pewarna alam: Ibu Myra Widiono, Ketua Perkumpulan Warna Alami Indonesia (Warlami); Bpk. Musa Widyatmodjo, perancang busana / mode Indonesia yang memiliki wawasan budaya sekaligus wawasan global; Ibu Inne Adhie, dari galeri Batik Parang; dan Bpk. Liliek Setiawan yang pengusaha tekstil dan pengurus Asosiasi Tekstil Indonesia (API).

Pelaksana FGD hilirisasi inovasi ECODY ini layak mendapat acungan jempol, karena pada akhir FGD setiap peserta yang berasal dari berbagai komponen A-B-G, merasakan adanya semangat dan mencapai kesepahaman; tentang bagaimana mendorong upaya hilirisasi ECODY sesuai dengan peran masing-masing.

Salam inovasi !

(KS/021017)

 

Sampai batas akhir survei, telah terhimpun sebanyak 156 suara Inovator Indonesia, dari 57 lembaga litbang dan perguruan tinggi yang tersebar di 12 provinsi di seluruh Indonesia. Kami akan segera mengolah suara Anda, dan hasilnya akan kami sampaikan ke para pembuat kebijakan inovasi di Indonesia. Ringkasan hasil survei juga akan kami publikasikan di situs web BIC, serta di buku “109 Inovasi Indonesia 2017”.

Sebagai tindak lanjut, Klaster Riset Inovasi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia akan melakukan kajian akademik lebih lanjut, dengan kemungkinan melakukan survei lanjutan SSII-II yang lebih komprehensif dan mendalam.

Bagi para innovator yang berkenan untuk menyampaikan suara mereka selewat batas akhir yang ditetapkan pada 16 September 2017 yang lalu, kami akan tetap membuka link survey SSII di  sampai saat dilaksanakannya SSII tahap II.

Survei Suara Inovator Indonesia Tahap I ini terselenggara berkat kerjasama yang baik dari para innovator Indonesia dan didukung oleh Klaster Riset Inovasi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia.

Salam Inovasi!

BIC membantu Program Pengembangan Klaster Inovasi Daerah yang didukung oleh Direktorat Sistem Inovasi, KemenristekDikti. Salah satu proposal yang terpilih untuk dikembangkan adalah Klaster Inovasi Daerah Berbasis Industri Minyak Nilam, yang diajukan oleh Provinsi Aceh.

Dalam proses menuju perumusan "master-plan" Klaster Inovasi berbasis Industri Minyak Nilam, sepulang dari mengikuti Rapat Koordinasi Inovasi Daerah, tim dari Aceh berkesempatan mengadakan jumpa bisnis di Jakarta pada hari Minggu, 10 September 2017.

Jumpa bisnis yang dikoordinasikan oleh BIC ini dihadiri oleh Kepala Subdirektorat Pengembangan Sistem dan Jaringan Inovasi RistekDikti, Dr. Wihatmoko Waskitoaji, Pimpinan Atsiri Research Center (ARC) Dr. Syaifullah Muhammad, dan Wakil Ketua ARC Dr. Indra. Sedangkan dari kalangan bisnis hadir Bp. Subakat Hadi, founder dari Wardah Cosmetics; Ibu Yenny Tiono, Chief Financial Officer dari Haldin Pacific Semesta, dan Pak Yudhi Hermanu, founder GAIA, konsultan Change Management dan Community Development.

Pada jumpa bisnis ini dibahas berbagai gagasan untuk mengisi program Klaster Inovasi Daerah berbasis Nilam Aceh dengan langkah-langkah konkrit membangun sinergi A-B-G-C (Academic - Business - Government - Community). Minyak Nilam yang telah resmi memperoleh pengakuan indikasi geografis sebagai kekayaan alam khas Aceh, dengan inovasi diharapkan dapat dikembangkan menjadi produk bernilai tambah tinggi berskala global, sebagaimana sukses dari Kopi Gayo. Industri minyak nilam diharapkan dapat mendongkrak ekonomi Aceh, sehingga pada gilirannya dapat ikut menghapuskan kemiskinan di Aceh.

Salam inovasi !

Page 1 of 2
Load More