Ribuan petani anggota Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Kalimantan Timur sangat menyesalkan bahwa orang-orang di luar Indonesia tidak bisa menikmati buah pepaya mini, pisang, dan buah naga segar yang biasa tumbuh di kampung halaman mereka. Sejauh ini, sebagian besar produk buah segar mereka hanya dikonsumsi oleh penduduk lokal yang membeli dari pasar terdekat. Kurangnya infrastruktur membuat biaya pengiriman ke daerah lain menjadi mahal, apalagi untuk mengekspornya.
Eksportir buah Indonesia EK Prima Ekspor Indonesia, anak perusahaan dai raksasa ritel Uni Emirat Arab LuLu Group International, mengetahui secara langsung bagaimana harga jual di tingkat konsumen menjadi jauh lebih mahal akibat biaya transportasi yang jauh lebih tinggi daripada biaya produksinya.
"Transportasi - dari petani ke gudang, ke bandara, dan akhirnya ke negara tujuan - sangat mahal. Jika buah kita yang unik ini tidak menarik bagi konsumen, kita bisa kalah dari negara lain, apalagi kalau mereka (negara lain) bisa menghasilkan buah yang sama dengan harga yang lebih murah, " kata Irawan Santoso, Kepala Divisi Buah dan Sayuran EK Prima.
Indonesia juga memiliki mangga, rambutan, salak, nangka, sirsak, sukun, jambu biji dan belimbing yang tumbuh di negara tropis, namun tidak banyak dikonsumsi secara global atau bahkan di dalam negeri.
Pemerintah bertujuan untuk meningkatkan produksi buah-buahan tropis dengan memperluas lahan untuk perkebunan buah-buahan sekaligus memperbaiki sistem infrastruktur dan transportasi untuk menurunkan biaya distribusi yang tinggi. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya menjadi produsen buah tropis terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2025 dan terbesar di dunia pada tahun 2045.
Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengakui bahwa ini bukan tugas yang mudah, terutama karena sebagian petani lebih memilih untuk menanam komoditas unggulan seperti kelapa sawit di lahan mereka. Tanaman buah-buahan tidak dipilih karena memerlukan waktu yang lama untuk mengembalikan investasi. Infrastruktur yang buruk selama bertahun-tahun juga membuat biaya pengiriman menjadi sangat tinggi.
Presiden Joko "Jokowi" Widodo membagikan jeruk dan pisang lokal kepada anak-anak saat upacara pembukaan Fruit Indonesia di Senayan, Jakarta Pusat, 17 November 2016
"Kalau kita bisa memiliki 14 juta hektar perkebunan kelapa sawit, seharusnya kita juga bisa memiliki banyak lahan untuk buah," kata Jokowi saat upacara pembukaan Festival Buah Indonesia 2016 selama empat hari di tempat parkir Jakarta Convention Center. Presiden membagikan berbagai buah tropis kepada anak-anak untuk mengingatkan masyarakat tentang gerakan Cinta Buah Lokal. "Jika Anda melihat kekurangan infrastruktur pendukung yang bisa menghambat distribusi, tolong beritahu kami," katanya kepada khalayak yang terdiri dari ilmuwan, petani buah serta delegasi perdagangan lokal dan internasional.
Untuk memperluas perkebunan, pemerintah provinsi diinstruksikan untuk menyediakan lahan seluas 5 sampai 50 ha per unit bisnis produksi buah sebagai bagian dari tujuan yang lebih besar untuk menyediakan 400.000 ha lahan di Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Program ini dimulai dengan penyediaan lahan seluas 100.000 ha, bekerjasama dengan perusahaan milik negara. Perusahaan perkebunan negara di bawah PTPN juga diminta untuk mulai menanami lahan yang kurang termanfaatkan untuk produksi buah.
"Perusahaan negara sangat antusias memberikan sebagian lahan untuk perkebunan buah-buahan. Mereka terbiasa memproduksi minyak sawit, karet, teh dan komoditas lainnya, bukan tanaman buah. Jadi, manajemen baru yang mengkhususkan diri dalam tanaman hortikultura perlu dibentuk," demikian diungkapkan oleh Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Herry Suhardiyanto. Saat ini IPB sedang mempelajari kemungkinan untuk membentuk perusahaan negara baru untuk mengembangkan hortikultura berdasarkan permintaan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
Sementara itu, kalangan bisnis berharap bahwa visi menjadi penghasil buah tropis terbesar di dunia tetap dijalankan dari waktu ke waktu. "Jangan sampai kita mengubah kebijakan dan visi setiap kali berganti presiden," kata Karen Tambayong, kepala Pengembangan Hortikultura Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
---
(sumber: Stefani Ribka, The Jakarta Post | sumber gambar: The Jakarta Post & Pixabay)
Comments (0)