Akankah Jakarta Hijau Berkat Urban Farming?

Akankah Jakarta Hijau Berkat Urban Farming?

Warga Jakarta akan memiliki kota yang lebih hijau, setelah pemerintah kota mempromosikan pertanian perkotaan (urban farming) di ibukota. Tahun ini Pemerintah DKI Jakarta berencana untuk mengenalkan program "lorong hijau" (green aisle ) di 75 daerah untuk menanam sayuran, tanaman obat dan tanaman buah dalam pot, yang bertujuan tidak hanya untuk memperindah kota, tetapi juga untuk menjamin keamanan pangan warganya.

Salah satu warga DKI yang sudah melakukannya adalah Suprizal, warga Palmerah, Jakarta Barat. Meski matahari menyengat dengan teriknya, ia hampir tidak dapat menahan kegembiraannya saat bersiap menanam sayuran dan tanaman lain di lingkungannya. Bersama para tetangganya, Suprizal menanam berbagai tanaman di lahan seluas 160 meter persegi. Sang pemilik lahan telah meminta izin kepada ketua RT setempat supaya masyarakat bersedia memanfaatkannya.

"Semuanya tanaman organik. Kami menggunakan kompos dan tidak menggunakan pestisida," kata Suprizal, yang lebih suka memelihara tanaman secara organik meski ia sepenuhnya menyadari bahwa tanpa pestisida, tikus bisa menyerang tanamannya. Pada malam hari, Suprizal bekerja sebagai pegawai pemadam kebakaran; siang harinya, ia menjadi petani di Kelompok Tani Cendana, yang anggotanya terdiri dari lima warga yang menggerakkan pertanian kecil tersebut. Masyarakat setempat juga ikut bertani selama akhir pekan; di antara sayuran yang ditanam ada bayam, cabai, sawi dan berbagai tanaman rempah atau bumbu. "Orang luar juga datang ke sini dan meminta tanaman rempah atau tanaman obat," kata Suprizal.

Ketua RT 9, Andi Suhandy mengatakan, panen dari pertanian kecil tersebut akan dibagikan kepada penduduk setempat, terutama bagi mereka yang telah membantu mengolah tanah tersebut. Sejak dimulai delapan bulan lalu, usaha budidaya pertanian kecil tersebut telah menghasilkan lebih dari 9 kilogram cabai dan 20 ikat kangkung setiap tiga minggu sekali. 

"Kami sudah berkebun sejak tahun 1996, tapi di lahan yang berbeda. Kami harus pindah ke sini karena tanah sebelumnya dijual oleh pemiliknya," kata Andi. “Hal yang perlu dilakukan warga adalah mengolah lahan dan memanen hasilnya, karena pupuk dan bibit disediakan oleh Dinas Perikanan, Pertanian dan Pangan DKI”, tambahnya. 

Masih menurut Andi, masyarakat juga bisa meminta alat pertanian dari pemerintah, seperti jaring penutup tanaman, dengan mengajukan proposal. Warga juga bisa mengembangkan budidaya ikan dengan menggunakan bak mandi yang tidak terpakai, dan mendapatkan bibit ikan lele dan nila dari pemerintah.

Warga Jalan Kramat V di Senen, Jakarta Pusat, juga ikut terimbas kegilaan masyarakat Jakarta akan urban farming. Mereka membentuk kelompok usaha kecil yang diberi nama Kelompok Tani Lantana. Tidak seperti Suprizal, yang beruntung bisa mendapatkan sebidang tanah kecil untuk budidaya pertanian, Kelompok Tani Lantara terpaksa bercocok tanam di trotoar dekat rumah penduduk karena tidak ada lahan kosong yang tersedia di lingkungan sekitarnya.

"Kami menggunakan sistem hidroponik untuk menanam sayuran sejak awal tahun ini," kata kepala kelompok tani, Yohanna Sypasanea. Enam tabung hidroponik yang ditempatkan di sepanjang trotoar telah mendapatkan ijin dari penduduk setempat. Tabung tersebut disediakan oleh program Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Pegadaian.

Beberapa jenis sayuran yang ditanam oleh Yohanna dan para tetangganya adalah bayam merah, pak choi dan sawi. “Uang dari penjualan sayuran akan digunakan untuk memelihara tanaman hidroponik, karena kebutuhan bahan hanya disediakan oleh Pegadaian selama enam bulan saja,” tambah Yohanna.

Kelompok tersebut juga membudidayakan tanaman di sepanjang trotoar, dan pejalan kaki diperbolehkan untuk mengambilnya secara bebas, tetapi tidak boleh mengambil tanaman hidroponik. "Nampaknya masyarakat juga paham, karena tidak ada sayuran yang diambil meski tidak dipantau sepanjang waktu," katanya. "Saya berharap daerah lain mengikuti contoh kami dan mulai menanam tanaman di tanah atau menanamnya secara hidroponik di lingkungan mereka."

Kepala Dinas Perikanan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Darjamuni mengatakan, warga akan diberi pupuk dan bibit secara gratis jika mereka ingin bercocok tanam untuk masyarakat. "Selama itu untuk warga, bukan untuk urusan bisnis, kami akan menyediakannya secara gratis," katanya. Darjamuni menambahkan bahwa pihaknya juga akan melatih warga tentang cara menanam dan merawat tanaman.

Untuk penyediaan bibit, pupuk, serta alat-alat pertanian yang dibutuhkan masyarakat, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar 5 miliar rupiah. Tahun lalu, pemerintah menyalurkan dana sebesar Rp 6 miliar untuk membangun 150 kebun kota di lima kota di ibukota dan Kabupaten Kepulauan Seribu. Namun, tahun ini, Kepulauan Seribu tidak akan mengikuti program ini. Warga setempat sedang berjuang untuk merawat yang sudah ada, karena kurangnya air bersih di kabupaten tersebut.

---

(sumber: Winda A. Charmila & Agnes Anya, The Jakarta Post | sumber gambar lain: Indonesia Berkebun, City Farmer News, & Pixabay)

Comments (0)

There are no comments posted here yet

Leave your comments

Posting comment as a guest.
Attachments (0 / 3)
Share Your Location